no fucking license
Bookmark

Ketika Mahasiswa Pengkeritik Harus Berkaca Diri

 

Setiap orang sesudah melakukan sesuatu hal terkadang menuai keritik dari seseorang yang lain. Misalkan seseorang (sebut saja Si A) yang kurang setuju dengan apa yang dilakukan oleh Si B, kemudian Si A memberikan keritikan terhadap Si B. Tetapi bagaimana ketika Si A yang memberikan keritik justru tidak digubris oleh Si B dan malah Si A memakan senjata yang telah dilontarkannya (keritik) nya sendiri ?

Sebelum membahas lebih lanjut tentang keritik, marilah kita membedakan terlebih dahulu yang sering keliru antara kata saran dan keritik secara umum. Keritik adalah penyampaian tanggapan baik dan buruk dari sesuatu hal yang telah dilakukan seperti kebijakan, pendapat, tindakan dan lainnya. Keritik mengungkapkan kekeliruan dan seolah menunjukkan ketidak cocokan dari yang telah dilakukan. Kemudian, saran adalah penyampaian dari solusi-solusi yang bersifat membangun dan sebagai pelengkap dari keritik.

Tidak kaget apabila kita tinggal di negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi sering mendengarkan, melihat dari beberapa orang atau bahkan kelompok (organisasi, komunitas dan lain-lain) yang menyampaikan keritik dan saran kepada yang dituju. Contohnya organisasi A kurang cocok terhadap kebijakan pemerintah kemudian organisasi A menyikapi dengan memberikan keritik dan saran.

Dengan konsep negara demokrasi maka dari itu pemerintah juga harus tahan keritik terhadap yang dilontarkan oleh rakyatnya. Jangan sampai di negara yang melindungi proses demokrasi malah membungkam suara-suara yang seharusnya dibutuhkan oleh yang memerintah untuk tumbuh bersama. Karena yang memerintah dengan yang diperintah harus berdemokrasi sesuai falsafah Pancasila untuk terciptanya hidup rukun berbangsa dan bernegara. Dan kita ketahui bersama bahwa rakyat mempunyai hak untuk kebebasan berkumpul dan berpendapat.

Berbicara tentang demokrasi dimana yang diperintah dapat melakukan perintah kepada yang memerintah melalui wakilnya (wakil rakyat). Sehingga wakil rakyat juga harus berkomitmen, amanah, dan bertanggung jawab setelah terpilih melalui proses demokrasi terhadap rakyat yang telah memilih dan mempercayainya. Dan tidak diharapkan penghianatan-penghianatan seperti tindakan melukai hati nurani rakyat, kurang memperhatikan kebijakan yang merugikan rakyat, melakukan tindakan melawan hukum misalkan tindak pidana korupsi dan hal-hal lain yang serupa.

Baik akan kita persempit pembahasan tentang keritik dan saran yaitu yang berada di dalam lingkaran mahasiswa. Mahasiswa yang katanya sebagai agent of change, iron stock, guardian of value,, moral face dan social control untuk kepentingan bangsa. Sehingga proses belajar tidak selalu dari gedung-gedung megah yang mahal dibayarnya. Justru ketika terjun dalam tanggung jawab dunia sosialnya mahasiswa lebih banyak melakukan hal yang progresif seperti diskusi atau kajian akademis, diskusi dengan melibatkan masyarakat secara langsung, melakukan penelitian dan lebih berpikir kritis.

Karena seorang mahasiswa tidak selalu nilai-nilai akademis terus yang dikejar. Mahasiswa juga harus memiliki rasa tanggung jawab sosial ketika bangsa membutuhkan dari hasil olah pikirnya yang kritis. Tidak kaget bahwa ketika bangsa ini mengharapkan pemikiran-pemikiran baru, segar, kreatif dan inovatif terhadap permasalahan yang telah terjadi malah generasi muda lebih tertarik terhadap push rank dan mabar game online daripada untuk berdialektika, membaca buku, dan belajar. Seakan-akan waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk hal yang positif malah dibuang untuk bersendaru gurau saja. Bukan berarti mengujung tanduk mereka yang masih apatis, tetapi hal ini adalah ajakan untuk mulai berbuat hari ini untuk menikmati hari yang akan datang.

Misalkan saja pemerintah membuat kebijakan yang menimbulkan pro dan kontra yang mencuri serta membuat gelisah rakyatnya. Demokrasi itu bagaimana ? Lebih tertuju ke kuantitas atau ke kualitas ? Kita sepakat bahwa keritik dan saran yang disampaikan untuk memperbaiki kekurangan dari yang telah dilakukan. Meskipun pemerintah yang membuat kebijakan tersebut, kita tidak boleh menyalahkan segalanya kepada presiden atau yang memerintah hal ini sama saja perbuatan yang mereduksi fungsi otak. Sebagai perimbangan kita jangan sampai melupakan pencapaian dari pemerintah. Perlu diingat keritik tanpa apresiasi dan solusi hanya mengarahkan ke jalan yang tidak bisa dilewati atau jalan buntu. Dalam demokrasi adalah ketika penyelesaian masalah tidak selalu dengan cara voting tetapi ada juga penyelesain dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Ketika ada mosi dibacakan maka akan ada yang pro dan kontra terhadap mosi tersebut. Maka dari itu pihak netral pada proses demokrasi harus ada sebagai jembatan penghubung dan menetralisir konflik.

Wahai mahasiswa sadarlah ! Banyak dari kita menginginkan perubahan dalam sekala besar dari keinginan merubah dunia, negaranya atau lingkup sekitarnya tanpa berusaha menengok ke diri sendiri. Terkadang terhadap diri sendiri lupa apa yang dapat diperbuat untuk membantu orang menuju perubahan yang lebih baik ? Sudah terlalu banyak menuntut orang lain, dan sering melupakan bahwa diri sendiri masih hobi rebahan, mabar, ngewibu, nge-shitpost seharian ? Mulai sekarang cukup, stop untuk menyalahkan orang lain dan stop berlagak seolah yang paling tahu kebenaran sejati jika masih sering lupa diri.

Mencoba lagi menengok terhadap diri sendiri dan jangan mengeraskan hati untuk menerima keritik juga saran dari orang lain. Mari mencoba untuk berinteropeksi, apakah diri kita sudah memiliki kualitas dalam mengkeritik dan memantik perubahan ? Demokrasi selain kuantitas juga harus diimbangi dengan kualitas terhadap keritik dan saran yang disampaikan. Jangan sampai gerakan-gerakan mahasiswa semakin menggembos. Kita sama-sama manusia ciptaan Tuhan yang tidak luput dari kekurangan tidak ada salahnya apabila saling mengingatkan dan menasehati.

Mengingat masing-masing dari diri kita sendiri memiliki banyak tujuan yang akan dicapai di dunia, dan harus disadari bahwa dunia seisinya hanyalah kesenangan semu yang terbungkus oleh realita, sehingga kita perlu mengenal batas-batasnya. Jangan sampai dikalahkan oleh rasa nyaman dan meremukkan logika yang selalu berdialektika. Tanpa disadari waktu terus berjalan karena itu kita tidak boleh tinggal diam.  Tidak perlu cemas atau merasa paling salah diri. Kita masih memiliki waktu, mari mengoptimalkan waktu yang ada untuk memulai perubahan baik dimulai dari diri kita sendiri dan segera mengambil peran. Jangan sampai pemuda mati rasa kepada bangsanya sendiri, jangan biarkan masih diam tak bersuara dan segera bergerak secara optimis dengan paradigma bahwa masing-masing dari kita adalah istimewa. Sebelum rasa kecewa memberikan petanda bahwa diri sendiri telah gagal.

Posting Komentar

Posting Komentar

Silahkan memberi tanggapan yang membangun