no fucking license
Bookmark

Pengambilan Paksa oleh Debt Collector, apakah diperbolehkan menurut hukum positif ?

Awas! Pihak Leasing dan Debt Collector Tidak Boleh Sepihak Terhadap Debitur Wanprestasi

sumber: modusaceh.co

Perkembangan Ekonomi merupakan salah satu faktor untuk memajukan negara dan rakyatnya. Tentu saja dalam maju atau tidaknya perekonomian menentukan kesejahteraan suatu negara. Serta, ekonomi negara yang kuat juga akan berimbas terhadap faktor lain, contoh seperti pembangunan infrastruktur, daya beli masyarakat, kesejahteraan masyarakat dan lain-lain.

Di Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh jutaan jiwa. Terdapat masyarakat yang tinggal di kota dan desa. Tentu saja memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dalam kebutuhan mereka. Kemudian kebutuhan masyarakat terhadap pendanaan merupakan kebutuhan dan perkembangan ekonomi.

Sering dijumpai dalam masyarakat ketika ingin membeli motor atau mobil ada lembaga pembiayaan yang membantu untuk pembelian barang tersebut. Sehingga lembaga pembiayaan membantu kebutuhan masyarakat dalam menjembatani untuk melakukan pembelian seperti yang dicontohkan mobil atau motor.

Lembaga pembiayaan atau biasa disebut Leasing di Indonesia berkembang cukup pesat. Dalam pembiayaan tidak hanya sekedar pembelian jenis-jenis barang. Semakin banyak merambak terhadap bidang sarana transportasi, bidang industri, telekomunikasi, pertanian dan lain-lain.

Lantas bagaimana proses transaksinya ? Pihak leasing dalam melakukan pembiayaan menggunakan perjanjian kredit antara pihak leasing dengan debitor. Dalam perjanjian tersebut pihak leasing biasanya mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Sederhananya bahwa ada jaminan benda sebagai jaminan pelunasan atas hutang apabila terjadi wanprestasi atau kredit macet.

Maka dari itu pihak leasing harus mendaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UUJF yang dilakukan paling lambat satu bulan setelah dilakukan pembiayaan. Tetapi fakta di lapangan banyak perusahaan leasing yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia, kemudian eksekusi penyitaan jaminan oleh pihak leasing dilakukan secara paksa tanpa adanya pemberitahuan kepada debitur terlebih dahulu.

Tetapi apabila terjadi kasus kepada tetangga, saudara atau teman kita yang melakukan wanprestasi terhadap cicilan motor atau menjaminkan motor yang disebut objek fidusia ini ditarik oleh Debt Collector dengan memaksa, perampasan, semena-mena apakah diperbolehkan ?

Mari kita kupas satu-persatu dalam sudut pandang hukum positif. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XVII/2019 pihak leasing sudah tidak bisa lagi mengeksekusi atau menarik secara sepihak objek fidusia hanya berdasar sertifikat jaminan fidusia. Maka harus ada prosedur yang harus dilakukan oleh pihak leasing, sebagai berikut :

  1.  Pihak leasing bisa mengajukan ke Pengadilan Negeri untuk mengeksekusi sehingga hak konstitusionalitas antara kreditur dan debitur dapat maksimal.
  2.  Pengambilan atau eksekusi kendaraan bermotor harus melibatkan atau ada pendampingan petugas kepolisian. Sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011. Kemudian diatur juga tata cara pengambilan objek fidusia tersebut, dan sepengetahuan pemangku wilayah RT/RW setempat. Pihak leasing dapat mengajukan permohonan kepada kepolisian sektor hingga kepolisian daerah untuk pendampingan eksekusi objek fidusia.
  3. Jika pihak leasing menggunakan jasa debt collector, debt collector tersebut juga harus memiliki sertifikat profesi dan dokumen dalam melakukan penagihan. Dalam POJK Nomor 35 Tahun 2018. Di sebutkan “Pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang melakukan penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dan eksekusi dari Lembaga Sertifikasi Profesi bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK” misalnya APPI, SPPI. Jika pihak leasing nekat menggunakan jasa debt collector tanpa sertifikasi profesi terdapat sanksi paling berat adalah pencopotan direksi hingga penutupan perusahaan.

Dari penjelasan di atas pada intinya adalah penarikan objek fidusia tidak boleh dilakukan secara sepihak, debitur juga wajib diperingatkan. Tetapi jika debitur mengakui adanya wanprestasi atau cidera janji, secara sukarela mengembalikan objek fidusia maka lebih baik daripada dilakukan pemaksaan. Karena ada akibat hukum yang timbul apabila ada penarikan atau eksekusi objek fidusia tanpa melalui aturan hukum, yaitu :

  1.  Bisa dikatakan pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP. Karena di satu sisi debitur juga sudah memiliki Sebagian hak milik karena telah membayar angsuran.
  2.  Pengambilan paksa dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP. Debt Collector juga dapat dikategorikan mencuri dengan kekerasan.
  3.  Pemerasan atau perampasan yang diancam kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP. Karena yang terjadi di lapangan seringkali dilakukan dengan cara semena-mena untuk menyerahkan objek fidusia.
  4. Pasal 378 KUHP. Apabila dalam pengambilan objek fidusia menggunakan penipuan dan memberikan janji palsu.

Pada kesimpulannya sudah dijelaskan juga akibat hukum apabila debt collector melakukan penarikan secara semena-mena. Kejadian seperti ini seharusnya tidak akan terjadi apabila sosialisasi hukum dan pemahaman hukum kepada masyarakat dilakukan secara masif. Maka dari itu, pihak leasing juga harus lebih selektif dalam memilih debitur.

Sekian artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.
Posting Komentar

Posting Komentar

Silahkan memberi tanggapan yang membangun